Sabtu, 15 Januari 2011
Pagi yang cerah di pesisir pantai setelah hujan cukup lebat subuh tadi. Setelah terbangun aku mendapati Firdan dan Engkong yang sudah berada di luar, duduk di dekat ayunan. Tak lama semua temanku pun terbangun. Hari ini tujuan selanjutnya adalah curug Cikaso. Kami menyempatkan jalan-jalan ke garis pantai yang semakin menjauh karena air surut. Puas berfoto barang-barang bawaan segera kami kemas kembali, menatanya di dalam mobil.
Ketika sedang sibuk membereskan barang, tiba-tiba Wawan teriak, ia kaget karena ia melihat Payung sedang nongkrong di wc. Ia bermaksud ingin mengambil peralatam mandinya di kamar mandi.
"Gimana Wan, ngeliat Payung lagi boker?" tanya salah seorang temanku.
"Kagak ngeliat gw, ketutupan bak.."
"Tapi lu ngeliat ekspresinya kan?"
"Kagaaak!!!" sergah Wawan yang tidak mau mengingatnya.
Perjalanan kami diiringi hujan yang cukup lebat. Beberapa kali kami bertanya kepada penduduk sekitar arah curug Cikaso. Setelah sempat memutar karena salah jalan, akhirnya kami sampai juga di curug. Disana kami segera disambut oleh tour guide. Kata tour guide tersebut, untuk ke curug kita harus menaiki perahu yang harganya 80 ribu per perahu. Karena sudah sampai sini, mau tidak mau kami akhirnya menumpang perahu tersebut. Engkong juga sudang bertanya kepada temannya mengenai perahu ini, dan memang harus naik perahu untuk ke sana.
Perahu berjalan memutari jembatan besar, lalu melawan arus sungai dingan mesin dieselnya. Tak lama, hanya sekitar lima menit kami sudah sampai. Cuma lima menit aja 80 ribu? aku bertanya pada diri sendiri. Yang paling mengesalkan ternyata kita masih berada di sisi daratan yang sama! @#$%!!! Tapi yasudahlah, dibawa asik aja--jargon acara backpaker di tv.
Air tejunnya besar. Bentangnya jauh lebh lebar dari curug Nangka ataupun Cilember. Di bawahnya arus sangat deras, tidak ada yang berani berenang disana, lagipula di curug ini hanya ada rombongan kami. Berada dekat air terjun rasanya seperti hujan gerimis. Cipratan air dan angin yang kencang, yang aku sendiri tidak tahu dari mana asalnya, membuat kami basah kuyup. Airnya berwarna coklat. Kata guide kami hal ini dikarenakan hujan yang turun tadi pagi. Kalau tidak hujan airnya akan bening. Kami berfoto di air terjun yang lebih kecil yang berada paling kanan curug. Walau ditutup batuan besar di samping kami, angin tetap kencang. Vicky Mbreg-Q dengan joroknya memainkan ludah, membuang ludah dan membiarkannya tertiup angin. Aku dan yang lainnya marah-marah karena mengenai kami. Setelah menghangatkan tubuh dengan pop-mie atau pun kopi kami menuju mobil, mandi pagi, dan segera meluncur ke tujuan selanjutnya, Bandung!
Jarak tempuh ke Bandung cukup jauh, mungkin sama dengan jarak ke Bogor. Pukul dua siang kami berhenti di sebuah masjid yang terletak di tengah perkebunan teh, lalu melanjutkan perjalanan kembali dengan menyusuri jalan yang jelek dan berliku. Yang menjadi co-driver kali ini adalah Mbreg-Q. ia bertanya kepada bapak di bengkel motor. Tampaknya semua temanku sedang memperhatikannya bertanya, hanya aku saja yang melihat seorang teteh cantik penjual pulsa di samping bengkel. Ketika ingin berjalan kembali barulah mereka melihat teteh tersebut.
Ketika di suatu pertigaan jalan ada cewek yang menurut teman-temanku sudah ISO, Vicky menggodanya.
"Hai!!" dengan nada yang aneh membuat kami semua ngakak.
Lalu Engkong juga, ketika melihat cewek langsung berteriak "Prikitiiiieew..." di dalam mobil sambil menempelkan muka dan tangannya seperti cicak. Firdan juga menggoda cewek tersebut.
Ketika sampai di kota Sukabumi kami melihat salon yang bernama Wance Salon, aku segera menepikan mobil dan Engkong memotretnya. Dan perjalanan dilanjutkan. Di dekat alun-alun tiba-tiba Payung berteriak "Cup, kuning cup, kuning!!!"
"Mana yung? Manaaa?" aku sedikit memperlambat mobil memperhatikan sekitar.
"MERAH Cup, Merah!!!"
"Mana sih?"
"Wah, parah lw, lampu merah diterobos, untung aja nggak dikejar polosi.."
"Oh, gw kirain lw ngasih tau cewek! hehehe"
"Dodol!!"
Jam delapan malam kami sampai di Bandung, dengkulku rasanya ingin copot karena memainkan kopling dari siang tadi. Aku buta dengan kota Bandung, maka Firdan yang paling mengenal kota Bandung duduk di depan. Kami memarkir di Mc D di simpang Dago (cuma parkir tentunya). Setelah berputar-putar akhirnya kami memilih makan di warung pisang bakar. Dian yang duduk di sebelahku bingung karena aku sedang mengucap mantra.
"0856917*****..."kataku
"Ngapain lw Cup?"
"Itu, di depan ada angkot yang isinya cewek-cewek berjilbab...hihihi"
"Mana?" Dian melihat-lihat ke depan. Kelihatannya mereka senyam-senyum. Aku jadi malu sendiri walaupun aku tidak tahu yang mereka tertawakan.
Sebelum ke simpang Dago tadi kami melewati Ciwalk, sekedar ingin tahu. Dan sekarang kami menuju ke bukit Bintang. Suasana malam minggu di Bandung sangat ramai. Ramai dengan dua orang yang menghabiskan Sat-night. Jalannya sulit, berupa tanjakan tajam yang menikung. Tapi sepertinya tempat yang ditunjukkan Payung salah, kita sampai di bukit yang dipenuhi puing-puing buangan.
"Ini mah bukan bukit Bintang, tapi bukit Puing!" kata temanku.
Setelah berfoto--karena sayang, sudah jauh-jauh datang-- kami pergi ke rumah saudaranya Firdan di daerah Ujung Berung untuk bermalam. Sampai di sana kami segera beristirahat karena lelah seharian beraktivitas.